Bekasi, Jawa Barat – Rencana pembangunan kantor kelurahan di Jatimulya, Bekasi, berujung ricuh. Aksi anarkistis yang diduga dilakukan oleh kelompok pendukung pembangunan kantor kelurahan di dekat Masjid Raya Jatimulya telah memicu kekhawatiran dan kecaman dari berbagai pihak.
Peristiwa ini bermula dari perbedaan pendapat di antara warga mengenai lokasi pembangunan kantor kelurahan. Sebagian warga mendukung pembangunan di lahan Masjid Raya Jatimulya karena dianggap strategis dan dekat dengan pusat kegiatan masyarakat.
“Tanah ini ideal untuk kantor kelurahan agar lebih dekat dengan masjid, puskesmas, dan warga. Lahan seluas 3.000 meter ini masih cukup untuk area parkir dan tidak mengganggu masjid,” ujar Boru Aritonang, seorang warga RT 07 RW 07 yang mendukung pembangunan. Ia juga menyayangkan terjadinya kekerasan dan menegaskan bahwa aksi tersebut tidak mewakili seluruh warga.
Namun, kelompok warga dan pengurus Masjid Raya Jatimulya dengan tegas menolak rencana pembangunan tersebut. Mereka menilai bahwa pembangunan kantor kelurahan di lokasi tersebut berpotensi mengganggu fungsi sosial dan keagamaan masjid, serta melanggar prinsip awal tanah wakaf.
“Kami sudah berulang kali menyampaikan penolakan dengan alasan yang jelas. Namun, pemerintah seolah-olah tidak mau mendengarkan. Saat bentrokan terjadi, aparat terkesan membiarkan,” ujar Suratman, Ketua Yayasan Masjid Raya Jatimulya, dengan nada kecewa.
Akibat insiden ini, beberapa jamaah mengalami luka-luka dan terjadi kerusakan di area masjid, termasuk pagar yang roboh. “Ini adalah uang dari infak jamaah, sangat disayangkan jika ada tindakan anarkis seperti ini,” ungkap Suratman. Pihaknya telah menyiapkan langkah hukum terkait perusakan fasilitas masjid dan mendesak pemerintah daerah serta DPRD untuk segera turun tangan meninjau kembali rencana pembangunan tersebut.
“Kami berharap pemerintah dapat bersikap bijaksana dan mempertimbangkan kembali lokasi pembangunan di RW 16. Di sana terdapat lahan fasos-fasum yang lebih luas dan layak untuk dijadikan kantor kelurahan,” tegasnya.
Sementara itu, DPRD telah mengeluarkan surat rekomendasi agar pembangunan dialihkan ke lokasi lain. Namun, hingga saat ini, respons dari pemerintah daerah masih dinantikan oleh warga yang berharap agar masalah ini dapat segera diselesaikan secara damai tanpa kekerasan.
Lurah Jatimulya, yang akrab disapa Acep, enggan memberikan keterangan kepada media terkait peristiwa ini. Upaya konfirmasi kepada media info hukum melalui pesan WhatsApp juga tidak mendapatkan respons.
Situasi ini masih memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak untuk mencapai solusi yang adil dan menghindari konflik yang lebih besar di masa depan.
Redaksi
				



															


